Jika saya ditanya Steven Spielberg tentang siapa tokoh yang ingin
dia buatkan film, maka saya akan menjawab Maxime Du Camp dan Gustave
Flaubert. Merekalah yang pertama kali membuat fotografi perjalanan saat
menjelajah Mesir, Afrika Utara, serta Timur Tengah pada 1849.
Kisah kedua pria Prancis itu, tulis Steve Meltzer di Imaging
Resource, bisa bikin cerita Indiana Jones tidak ada apa-apanya. Meltzer,
yang mengetahui kisah Du Camp dan Flaubert dari sebuah buku tua
berjudul Flaubert in Egypt yang diperolehnya di pasar loak, mengatakan
bahwa kisah ini tidak banyak diketahui orang tapi sangat mengagumkan.
Kisah keduanya bermula ketika Flaubert putus kuliah pada 1849 dan
menganggur. Sang kawan, Du Camp, menyarankan mereka untuk pergi jauh dan
mengambil gambar monumen “Orient”. Kesempatan itu tidak disia-siakan
Flaubert. Saat musim dingin, mereka berangkat dengan kapal menuju
Alexandria, Mesir.
Jangan bayangkan perjalanan mereka mudah–pada saat itu perjalanan
paling baik pun jauh di bawah standar perjalanan wisata saat ini. Mereka
harus menghadapi berbagai bahaya meskipun di tempat yang indah. Mereka
berhadapan dengan bandit-bandit serta pemberontak anti pemerintah.
Keduanya pernah ditangkap dan dituduh mata-mata. Mereka mengarungi
Sungai Nil dengan kapal kecil, “bersama kru yang bahkan ditakuti Jack
Sparrow,” tulis Meltzer.
Perjalanan tersebut juga membawa mereka bertemu dengan wanita-wanita
dari berbagai suku, penari perut, serta pelacur. Alkohol dan obat-obatan
eksotik juga pernah mereka rasakan.
Dengan berbagai petualangan tersebut, Du Camp dan Flaubert tetap
fokus pada misi mereka sehingga lahirlah foto-foto yang merekam
keajaiban dunia buatan manusia, seperti piramida, patung Aswan, Sphinx,
dan lainnya. Foto-foto itu kemudian dipercaya sebagai fotografi
perjalanan yang pertama.
Pada masa itu, kebanyakan buku mengenai suatu tempat hanya dilengkapi
lukisan. “Lukisan yang pernah saya lihat tidak ada yang dapat
menyampaikan maksud Sphinx. Yang terbaik adalah foto yang diambil Max,”
tulis Flaubert dalam catatan hariannya. Du Camp sendiri menulis, “Saya
pucat, kaki jadi lemas. Saya tak yakin apa pernah seterharu saat ini.”
Kamera Du Camp
Du Camp, yang pernah belajar fotografi, menggunakan kamera dari kayu bernama Calotype. Ia juga membawa tripod dan cairan kimia berkendi-kendi banyaknya.Sebetulnya Calotype bukanlah tipe kamera paling trendi saat itu. Popularitasnya kalah dengan kamera Dauguerreotype karena Dauguerreotype bisa menghasilkan gambar dengan detail yang lebih baik. Akan tetapi, Calotype menang dalam hal dimensi. Ukurannya yang kompak dan mudah dibawa membuat Du Camp menjatuhkan pilihan pada kamera tipe itu. Selain itu, Calotype menggunakan kertas tulis biasa untuk merekam gambar.
Du Camp, yang pernah belajar fotografi, menggunakan kamera dari kayu bernama Calotype. Ia juga membawa tripod dan cairan kimia berkendi-kendi banyaknya.Sebetulnya Calotype bukanlah tipe kamera paling trendi saat itu. Popularitasnya kalah dengan kamera Dauguerreotype karena Dauguerreotype bisa menghasilkan gambar dengan detail yang lebih baik. Akan tetapi, Calotype menang dalam hal dimensi. Ukurannya yang kompak dan mudah dibawa membuat Du Camp menjatuhkan pilihan pada kamera tipe itu. Selain itu, Calotype menggunakan kertas tulis biasa untuk merekam gambar.
Setiap kali tiba di lokasi pemotretan, Du Camp meminta asistennya
membuat tenda untuk kamar gelap. Setelah menempatkan kameranya di atas
tripod, Du Camp mengambil gambar. Setelah mengambil gambar, Du Camp
membawa kertas ke dalam tenda kamar gelap dan menyemprot kertas dengan
cairan kimia untuk memprosesnya.
Karena saat itu belum ada pengukur cahaya, exposure yang benar
didapat dengan teknik trial and error. Artinya, Du Camp harus
mondar-mandir kamar gelap untuk mendapatkan foto yang tepat. Siapa yang
pernah merasakan sensasi memotret seperti itu?
Ah mudah-mudahan film tentang fotografi perjalanan pertama ini difilmkan. Tidak mesti Spielberg, siapa pun boleh!
(Alex Pangestu)
http://fotokita.net/blog/2012/11/asal-muasal-fotografi-perjalanan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar